Rabu, 12 Juli 2017

TATA BAHASA ARAB (JAMAK MUDZAKKAR SALIM)
Oleh: Taqi Muhammadi

a.    Definisi Jamak Mudzakkar Salim Beserta Tanda I’robnya
Dalam tata bahasa arab disebutkan bahwa jamak mudzakkar salim adalah isim yang menunjukkan arti lebih dari dua yang serupa dalam lafadz dan maknanya dengan tambahan huruf di akihirnya serta dapat dibentuk mufrad.
Dan isim tersebut tanda i’robnya adalah rafa’ dengan wau sebagai ganti dari dhammah. Sedangkan nashab dan jirnya dengan ya’. Contoh:
فَرِحَ الْمُؤمنُونَاِحْتَرِم الْمُتَأدِّبِينَ ـ انْظُرْ إِلَى الْمُهذَّبِينَ
b.    Syarat-syarat jamak mudzakkar salim
Adapun kalimat yang dapat dibentuk jamak dengan jamak mudzakkar salim ada dua kategori, yaitu isim jamid dan isim musytaq.
Isim jamid dapat dibentuk jamak dengan jamak mudzakkar salim apabila memenuhi syarat-syarat berikut:
1.      Isim alam/kata nama. Contoh: صَالِحْ ـ حَامِدْ . dengan demikian isim jenis (رَجُلٌ) tidak dapat diubah kedalam bentuk jamak mudzakkar salim kecuali jika kata tersebut diubah ke dalam sighat tasghir terlebih dahulu karena dianggap menempati tempatnya sifat (رُجَيْل ـ رُجَيْلُونَ).
2.      Harus berbentuk mudzakkar. Oleh sebab itu nama perempuan tidak boleh diubah ke dalam bentuk jamak mudzakkar salim. Seperti: رُقَيّة ـ مَريم 
3.      Harus berupa nama manusia, oleh karena itu, nama sebuah negara tidak dapat diubah ke dalam bentuk jamak mudzakkar salim kecuali ditambah dengan ya’ nisbat diakhirnya karena dianggap menempati tempatnya sifat. (مَكِّى ـ مَكِّيُونَ)
4.      Harus sepi dari ta’ ta’nits. Dengan demikian nama orang laki-laki yang berakhiran ta’ ta’nits (seperti  طَلْحَة ـ حَمْزَة) tidak dapat diubah ke dalam bentuk jamak mudzakkar salim.
Apabila kata-kata tersebut ingin diubah ke dalam bentuk jamak ubahlah dengan menggunakan jamak muannats salim.
5.      Tidak tersusun dari tarkib mazji dan tarkib isnadi. Dengan demikian tarkib mazji dan tarkib isnadi (سِيبَوَيْهِ – طَلَعَ الْبَدْرُ) tidak dapat diubah ke dalam bentuk jamak mudzakkar salim.
Namun apabila seseorang ingin menggunakan tarkib tersebut dalam bentuk jamak mereka tidak mengubah kata tersebut ke dalam bentuk jamak mudzakkar salim namun mereka cukup menambahkan kata (ذَوُو) ketika rafa’ dan kata (ذَوِي) ketika nashab dan jir di depan kata tersebut.


Sedangkan isim musytaq tidak boleh dibentuk jamak dengan jamak mudzakkar salim kecuali memenuhi syarat-syarat berikut:
1.      Berupa sifat untuk kata benda mudzakkar: dengan demikian kata sifat yang hanya diperuntukkan bagi wanita seperti حَائِضٌ ـ مُرْضِعٌ (haid - menyusui) tidak boleh diubah ke dalam bentuk jamak taksir.
2.      Berupa sifat untuk sesuatu yang berakal seperti أُولئك أَبْنَاءٌ صَغِيرُونَ (ini adalah anak-anak laki-laki yang masih kecil) dengan demikian kata sifat yang diperuntukkan bagi sesuatu yang tidak berakal meskipun berbentuk mudzakkar tidak dapat diubah ke dalam bentuk jamak mudzakkar salim. Seperti تِلْكَ بُيُوتٌ صَغِيرَةٌ (ini adalah rumah-rumah yang kecil)
3.      Tidak bersambung dengan ta’ ta’nits dengan demikian kata sifat yang diakhiri dengan ta’ ta’nits tidak dapat dibentuk jamak dengan jamak mudzakkar salim meskipun kata tersebut digunakan untuk kalimat mudzakkar dari golongan manusia. Seperti lafadz  عَلامة
4.      Berupa kata sifat yang bentuk muannatsnya memakai ta’ ta’nits atau menunjukkan arti tafdhil. Seperti kata (سعيد ـ سعيدة) atau (أَكْبَرُ ـ كُبْرَى)[1]. Oleh karena itu, setiap kata sifat yang mengikuti pola (أفعَل - فَعْلاء) seperti kata أَحْمر ـ حمْراء, atau mengikuti pola (فَعْلان - فَعْلى) seperti عَطْشَان ـ عَطْشَى, serta kata sifat yang sama-sama dipakai untuk kata benda mudzakkar dan muannats sekaliggus, seperti kata  صَبُور-جَريحٌtidak dapat diubah ke dalam bentuk jamak mudzakkar salim dengan alasan kata-kata tersebut tidak dimuannatskan dengan ta’ serta tidak menunjukkan arti tafdhil[2].

c.       Mulhaq jamak mudzakkar salim
Mulhaq jamak mudzakkar salim adalah isim-isim yang tidak memenuhi kriteria jamak mudzakkar salim namun dii’rob seperti i’robnya jamak mudzakkar salim.
Adapun isim yang irobnya disamakan dengan jamak mudzakkar salim yaitu:
1.       ألُو : merupakan isim jamak dari kata  (ذُو) yang berarti pemilik. Kata tersebut dikategorikan sebagai mulhaq jamak mudzakkar salim dengan alasan kata tidak ada bentuk mufradnya. Contoh: أُلُوالأرحَام ـ أُلِى الأَلْبَابِ
2.     عِشْرُونَ ـ تِسْعون  
3.      عِلِّيُّون (nama surga)
4.      بنون ـ أهْلُون ـ عالمون – سِنُونَ ـ أَرْضُونَ 
d.      format penulisan jamak mudzakkar salim
Adapun tatacara penggunaan jamak mudzakkar salim berbeda-beda disesuaikan dengan perbedaan bentuk isimnya:
1.      Apabila isim yang akan diubah ke dalam bentuk jamak mudzakkar salim  bukan merupakan isim maqshur, isim manqush, mamdud, serta isim-isim yang huruf terakhirnya dibuang maka isim tersebut cukup ditambahkan wau dan nun ketika rafa’ atau ya’ dan nun ketika nashab dan jir sedangkan huruf terakhirnya diberi harkat dhammah ketika rafa’ dan kasrah ketika nashab dan jir. Contoh:  مُسْلِمٌ + (ونَ) = مُسْلِمُونَ
                                                   مُسْلِمٌ + (يْنَ) = مُسْلِمِينَ
2.      Dan apabila isim yang akan diubah ke dalam bentuk tatsniyah adalah isim maqshur sebelum diberi tanda jama’ mudzakkar salim huruf terakhirnya (alif maqshurahnya) harus dibuang sedangkan huruf yang terletak sebelum wau dan ya’ tetap berharkat fathah sebagai tanda akan keberadaan huruf yang dibuang. Contoh: مُصْطَفَوْنَ  = (وْنَ) + مُصْطَفَى (رفعا)
             مُصْطَفَيْنَ = (يْنَ) + مُصْطَفَى (نصبا وجرا)
                            
3.    1.      Apabila isim yang hendak diubah ke dalam bentuk jamak mudzakkar salim adalah isim manqush maka sebelum diberi tanda jamak huruf terakhirnya (ya’ lazimahnya) dibuang sedangkan huruf sebelumnya di dhammahkan jika tanda jamaknya adalah wau serta tetap dikasrahkan jika tanda jamaknya adalah ya’. Contoh:
هَادِي + (وْنَ)= هَادُونَ                                            
                هَادِى + (يْنَ) = هَادِين                                       
4.      Apabila isim yang hendak diubah ke dalam bentuk tatsniyah berakhiran alif mamdudah maka sebelum diberi tanda jama’ harus memperhatikan hal berikut:
a.      Apabila huruf terakhirnya merupakan alif mamdudah zaidah li al-ta’nits maka huruf tersebut harus diubah menjadi wau. Contoh: أَحْمرُ menjadi حَمْرَوُونَ
b.      Apabila huruf terakhirnya berupa alif mamdudah al-ashliyah maka huruf tersebut tetap atas keadaannya yang semula. Contoh: قُرّاءٌ menjadi قُرّاءُونَ  
c.       Apabila huruf terakhirnya merupakan alif mamdudah munqalabah dan zaidah lil ilhaq maka alif mamdudahnya bisa diubah menjadi wau atau dibiarkan seperti semula . Contoh:  سَمَاءٌ menjadi سَمَاءُونَ / سَمَاوُونَ
5.      Apabila isim yang hendak diubah ke dalam bentuk jamak mudzakkar salim berbentuk tarkib idhafi maka tanda jamaknya hanya ditambahkan pada mudhafnya saja dengan syarat nun iwadhnya harus dibuang terlebih dahulu. Contoh:
عبد الله          >      عبدوا الله rofak

عبد الله        >        عبدي الله  nashab/jir
Daftar pustaka
-          al-Ghalayaini. Musthafa,  jami’ al-durus al- arabiyah, shaida- beirut: maktabah al-ashriyah, 1993 M / 1414 H.
-          al- hasyimi. Sayyid ahmad, al-qawaid al-asasiyah li al-lughah al-arabiyah, beirut: dar al-kutub al- ilmiyah, 2002
-          al-Aqili. Qadhi al-qudhah bahauddin abdullah ibnu aqil, syarah alfiyah ibnu malik, surabaya: al-hidayah, t,t.



[1] Adapun jamak mudzakkar dari kata سعيد dan أكبر  adalah سعيدون dan أكبرون
[2] Kata أحمر- عطشان ـ جريح bentuk muannatsnya tidak menggunakan ta’ ta’ ta’nits dan tidak pula menunjukkan arti tafdhil. Oleh sebab itu, kata-kata tersebut tidak dapat dibentuk jamak dengan jamak mudzakkar salim, tapi kata-kata dapat dibentuk jamak dengan menggunakan pola jamak taksir ( حُمْر-عُطاشَى ـ جَرْحي

Selasa, 11 Juli 2017

TATA BAHASA ARAB: ISIM TATSNIYAH

Oleh: Taqi Muhammadi
a.       Definisi isim tatsniyah beserta tanda i’robnya
Dalam literatur bahasa arab isim tatsniyah juga dikenal dengan istilah mutsanna. dalam kitab jami’ durus al-arabiyah disebutkan bahwa isim tatsniyah adalah:
اسم مفرد ناب عن مفردين اتفق لفظا ومعنى بزيادة الألف والنون أو يَاء ونُون وكان صالحًا لتجريده منهما
Isim mu’rob yang menjadi ganti dari dua individu yang memiliki kesamaan dalam lafadz dan makna dengan tambahan alif dan nun atau ya’ dan nun serta dapat dibentuk mufrad.  
Berdasarkan pengertian diatas dapat diketahui bahwa tanda i’rob dari isim tatsniyah adalah rafa’ dengan huruf alif sebagai ganti dari dhammah, nashab dengan ya’ sebagai ganti dari fathah, serta jir dengan ya’ sebagai ganti dari kasrah. Contoh:
جاءَ الرجُلَانِ – رَأَيْتُ الرجُلَيْنِ – مَرَرْتُ بِرَجُلَيْنِ
(telah datang dua orang laki-laki- aku melihat dua orang laki-laki- aku berjumpa dengan dua orang laki-laki)
b.      Syarat-syarat isim tatsniyah
Adapun syarat-syarat isim tatsniyah yaitu sebagai berikut:
1.      Mufrad: oleh sebab itu isim tatsniyah, jamak mudzakkar salim tidak dapat ditatsniyahkan
2.      Mu’rob: dengan demikian isim mabni tidak dapat diubah kedalam bentuk tatsniyah.
3.       Tidak berbentuk tarkib:  oleh sebab itu tarkib mazji dan tarkib idhafi tidak dapat diubah ke dalam bentuk tatsniyah. Seperti kata سِيبَوَيْهِ – طَلَعَ الْبَدْرُ
Namun apabila seseorang ingin menggunakan tarkib tersebut dalam bentuk dual mereka tidak mengubah kata tersebut kedalam bentuk tatsniyah namun cukup menambahkan kata (ذَوَا) ketika rafa’ dan kata (ذَوَيْ) ketika nashab dan jir. Contoh:
جَاءَ ذَوَا سِيبَوَيْهِ – رَأَيْتُ ذَوَيْ سِيبَوَيْهِ
4.       Bersifat nakirah: isim makrifat (زيدٌ) ketika diubah kedalam bentuk tatsniyah (زيْدانِ) akan kehilangan kemakrifatannya serta berubah menjadi isim nakirah. Oleh sebab itu kata  (زيْدانِ) harus ditambah lam al agar tetap berbentuk makrifat (الزيْدانِ)
5.       Memiliki kesamaan lafadz: oleh sebab itu seseorang tidak dibenarkan menyebut kata buku dan pena dengan kata كِتَابَانِ
Namun apabila dalam literatur-literatur bahasa arab ditemukan adanya penyebutan dua kata yang berbeda dengan menggunakan isim tatsniyah maka penggunaannya bersifat  simai. Seperti penyebutan kata (أَبَوَانِ) untuk ayah dan ibu, (عُمَرَيْنِ) [1]untuk umar bin khatthab dan amr bin hisyam (abu jahal), (قَمَرَيْنِ) untuk bulan dan matahari, dll.
6.      Memiliki kesamaan dalam makna: oleh sebab itu kalimat musytarak (satu kata untuk dua arti berbeda) tidak dapat diubah ke dalam bentu tatsniyah. Seperti penyebutan kata وَرَقَتَانِ  untuk daun dan kertas. Atau penyebutan لِسَانَانِ  untuk lidah dan pena.
C.     Mulhaq tatsniyah
Mulhaq tatsniyah adalah isim yang tidak memenuhi syarat-syarat isim tatsniyah namun memiliki bentuk seperti isim tatsniyah. Dan isim-isim tersebut adalah:
1.       اثْناَنِ / اثْنَتَانِ  
2.       كِلْتَا / كِلاَ: kedua huruf tersebut dapat dii’rob seperti i’robnya isim tatsniyah dengan syarat kedua huruf  dimudhafkan pada isim dhamir. Contoh:
 جَأَنِى كِلاَهُمَا أَوْ كَلْتَاهُمَا / رَأَيْتُ كِلَيْهِمَا أَوْ كِلْتَيْهِمَا / مَرَرْتُ بِكِلَيْهِمَا أَوْ كَلْتَيْهِمَا
Namun apabila kedua huruf tersebut dimudhafkan pada isim dhahir maka kedua huruf tersebut dii’rob dengan harkat yang dikira-kira atas alif. Contoh:
جَأَنِى كِلاَ الرّجُلَينِ أَوْ كَلْتَاالْمَرْأَتَيْنِ / رَأَيْتُ كِلاَ الرّجُلَينِ أَوْ كَلْتَاالْمَرْأَتَيْن / مَرَرْتُ بِكِلاَ الرّجُلَينِ أَوْ بِكَلْتَاالْمَرْأَتَيْن

3.       Dalam satu versi dinyatakan bahwa nama seseorang yang diambil dari isim tatsniyah i’robnya diserupakan dengan isim tatsniyah (rafa’ dengan alif nashab dan jir dengan ya,). Seperti: زَيْدَان ـ حَمْدَان   
Namun dalam versi lain dinyatakan bahwa kata tersebut i’robnya sama seperti kata (سُلَيْمَان)  yakni rafa’ dengan dhammah sedangkan nashab dan jirnya dengan fathah dengan alasan kata tersebut termasuk isim yang tidak munsharif.

D.    Tatacara penggunaan Isim Tatsniyah
Adapun tatacara penggunaan isim tatsniyah berbeda-beda disesuaikan dengan perbedaan bentuk isimnya:
1.      Apabila isim yang akan diubah ke dalam bentuk tatsniyah bukan merupakan isim maqshur, isim manqush, mamdud, serta isim-isim yang huruf terakhirnya dibuang maka isim tersebut cukup ditambahkan alif dan nun ketika rafa’ atau ya’ dan nun ketika nashab dan jir tanpa harus melakukan perubahan huruf di dalamnya. Contoh:  سَيَّارَةٌ  menjadi سَيَّارتَانِ / سَيَّارَتَيْنِ
2.      Dan apabila isim yang akan diubah ke dalam bentuk tatsniyah adalah isim maqshur maka ketentuannya adalah sebagai berikut:
a.       Apabila isim  tersebut terdiri dari empat huruf atau lebih maka sebelum diberi tanda tatsniyah huruf terakhirnya (alif maqshurahnya) harus diubah terlebih dahulu menjadi huruf ya’ terlepas apakah alif maqshurah tersebut asalnya adalah ya’ atau wau. Contoh:  مُصْطَفَى  menjadi مُصْطَفَيَانِ
b.      Namun apabila isim tersebut terdiri dari tiga huruf maka sebelum diberi tanda tatsniyah huruf terakhirnya harus diubah menjadi wau apabila alif tersebut asalnya adalah wau dan harus diubah menjadi ya’ apabila alif tersebut asalnya adalah ya’[2]. Contoh:
عَصَا menjadi عَصَوَانِ
فَتى menjadi فَتَيَانِ

3.      Apabila isim yang hendak diubah ke dalam bentuk tatsniyah adalah isim manqush huruf ya’nya diperlihatkan kembali (apabila dibuang) sebelum memberi tanda tatsniyah. Contoh:  هَادٍ menjadi هادِيَانِ
4.      Apabila isim yang hendak diubah ke dalam bentuk tatsniyah berakhiran alif mamdudah maka sebelum diberi tanda tatsniyah harus memperhatikan hal berikut:
a.       Apabila huruf terakhirnya merupakan alif mamdudah zaidah li al-ta’nits maka huruf tersebut harus diubah menjadi wau. Contoh: أَحْمرُ menjadi حَمْرَوَانِ
b.      Apabila huruf terakhirnya berupa alif mamdudah al-ashliyah[3] maka huruf tersebut tetap atas keadaannya yang semula. Contoh: قُرّاءٌ menjadi قُرّاءَانِ
c.       Apabila huruf terakhirnya merupakan alif mamdudah munqalabah[4] dan zaidah lil ilhaq maka huruf tersebut bisa diubah menjadi wau atau dipertahankan atas keadaannya yang semula. Contoh:  سَمَاءٌ menjadi سَمَاءَانِ / سَمَاوَانِ
5.      Apabila isim hendak diubah ke dalam bentuk tatsniyah berupa tarkib idhafi maka tanda tatsniyahnya hanya ditambahkan pada mudhafnya saja dengan syarat nun tatsniyahnya harus dibuang. Contoh:عَبْدُاللّهِ menjadi  عَبْدَااللّهِ / عَبْدَيِ اللّهِ
Daftar pustaka
-          al-Ghalayaini. Musthafa,  jami’ al-durus al- arabiyah, shaida- beirut: maktabah al-ashriyah, 1993 M / 1414 H.
-          al- hasyimi. Sayyid ahmad, al-qawaid al-asasiyah li al-lughah al-arabiyah, beirut: dar al-kutub al- ilmiyah, 2002
-          al-Aqili. Qadhi al-qudhat bahauddin abdullah ibnu aqil, syarah alfiyah ibnu malik, surabaya: al-hidayah, t,t.


[1] قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص م : اللهم أَعِزِّ الإِسْلام بِأَحدِ عُمَرَيْنِ
[2]  Apabila alif maqshurah digunakan sebagai ganti dari huruf wau alif maqshurahnya ditulis dalam bentuk wau seperti kata رِبَا – عَصَا – رِضَا dll.
   Namun apabila huruf tersebut digunakan sebagai ganti dari huruf ya maka huruf tersebut ditulis dalam  bentuk ya’. Seperti: فَتَى
[3] Alif mamdudah zaidah li al-ta’nits adalah alif mamdudah yang ditambahkan pada suatu kalimat dengan tujuan menunjukkan kemuannatsan suatu isim. Seperti alif mamdudah yang terdapat dalam kata حَمْرَاءُ  yang merupakan bentuk muannats dari kata أَحْمَرُ
[4] Alif mamdudah munqalah adalah alif mamdudah mamdudah yang digunakan sebagai ganti dari huruf asal seperti alif mamdudah yang terdapat dalam kata دُعَاءٌ asalnya دُعَاوٌ