LA (لا) AL-NAFIYAH LI
AL-JINS
(PENGERTIAN, BESERTA KETENTUAN DIDALAMNYA)
Oleh: Taqi Muhammadi
(PENGERTIAN, BESERTA KETENTUAN DIDALAMNYA)
Oleh: Taqi Muhammadi
A. Pengertian (لا) al-Nafiyah li
al-Jins
(لا) al-Nafiyah li
al-Jinsi adalah huruf yang mengamal seperti (إِنَّ) dan digunakan
untuk menafikan khabar dari isim jenis secara keseluruhan tanpa ada kemungkinan
lain. adapun perbedaan antara huruf huruf tersebut dengan huruf nafi lainnya
kalau huruf tersebut menafikan khabar dari isim jenis sesudahnya berdasarkan teksnya
sedangkan huruf nafi yang lain menafikan khabar dari isim jenis sesudahnya berdasarkan konteks pembicaraannya.
Apabila seseorang mendengar kata لاَطَبِيبٌ
فِى الْقَرْيَةِ (bukan satu dokter yang ada di
desa tersebut) ia tidak langsung dapat mengambil kesimpulan bahwa di desa
tersebut sama-sekali tidak ada dokter tanpa
memperhatikan konteks pembicaraanya. Sebab secara tekstual kata tersebut tidak
hanya digunakan untuk menafikan seluruh isim jenis yang terletak sesudahnya
melainkan juga digunakan untuk menafikan keberadaan oknum yang ada di dalamnya.
Apabila kata tersebut digunakan untuk menafikan keberadaan isim jenis yang terletak
sesudahnya maka di desa tersebut memang tidak ada dokter sama sekali namun
apabila kata tersebut digunakan untuk menafikan keberadaan oknum dokter maka
kata tersebut hanya menafikan keberadaan seorang dokter, bukan dua orang dokter
atau lebih.
Namun apabila ia
mendengar kata لاَطَبِيبَ فِى
الْقَريَةِ (tidak
ada seorang dokterpun di desa tersebut) maka ia langsung dapat mengambil
kesimpulan bahwa di desa tersebut tidak ada dokter sama sekali. oleh karena itu
seseorang tidak dibenarkan mengucapkan kata
لاَطَبِيبَ فِى الْقَريَةِ بَلْ
طَبِيْبَيْنِ (bukan
satu orang dokter yang ada di desa tersebut melainkan dua) kalau ia
bermaksud menafikan keberadaan satu oknum dokter bukan dua atau lebih, sebab
secara harfiyah kata tersebut hanya digunakan untuk menafikan keberadaan isim
jenis secara keseluruhan bukan menafikan oknum-oknum yang ada di dalamnya.
B.
Hukum
kalimat yang terletak sesudah (لا) al-Nafiyah li
al-Jins
(لا) al-Nafiyah li
al-Jins adalah amil nawasikh yang dapat menshabkan isim dan merafakkan khabarnya
seperti lafadh إِنَّ . hanya saja huruf
tersebut dapat mengamal seperti إِنَّ apabila:
1. Huruf tersebut digunakan untuk menafikan
khabar dari isim jenis sesudahnya secara keseluruhan.
Kalau huruf tersebut tidak
digunakan untuk menafikan isim jenis secara keseluruhan maka huruf tersebut
tidak dapat mengamal seperti إِنَّ . Contoh: لاَكِتَابٌ
فِى الْحَقِيْبَةِ بَلْ كِتَابَانِ (bukan satu buku yang ada di dalam tas tapi dua)
2. Huruf tersebut secara harfiyah digunakan
untuk menafikan isim jenis sesudahnya. jika terjadi ketidak jelasan apakah
huruf tersebut menafikan isim jenis sesudahnya secara keseluruhan atau tidak
maka huruf tersebut tidak dapat mengamal seperti إِنَّ .
contoh:
لاَمِصْبَاٌحٌ
مَكْسُورٌ ـ لاَمِصْبَاحٌ مَكْسُورًا
3. Isim dan khabarnya sama-sama terdiri
dari isim nakirah. namun apabila isim ataupun khabarnya terdiri dari isim
makrifat maka huruf tersebut wajib
muhmal dan disebut berulang-ulang. Contoh: لاَسَعِيْدٌ
فِى الْمَدْرَسَةِ وَلاَخَلِيلٌ
Apabila ada isim makrifat jatuh
sesudah huruf tersebut namun tetap dibaca nashab seperti لاَحَاتِمَ
الْيَومَ
maka kalangan ahli nahwu menempuh jalan ta’wil sebagai berikut:
a. لاَمُسَمًّى بِهَذَالْإِسْمِ
الْيَوْمَ (saat
ini tidak ada orang yang memiliki nama hatim)
b. لاَمِثْلَ حَاتِمٍ الْيَوْمَ (saat ini tidak ada orang yang seperti
hatim)
c. لاَكَرِيْمَ الْيَوْمَ (saat ini tidak
ada orang yang murah hati)
4. Huruf tersebut tidak berada diantara
amil dan ma’mulnya. Contoh: سَافَرْتُ
بِلاَزَادٍ
5. Tidak ada pemisah antara huruf tersebut
dengan isimnya. Oleh karena itu, apabila ada kalimat lain yang memisahkan
keduanya, meskipun berupa khabar maka huruf tersebut wajib muhmal dan disebut
berulang-ulang. Contoh: الْحَقِيْبَةِ كِتَابٌ
وَلاَقَلَمٌ
لاَفِى
C. Hukum isim dan khabarnya (لا) al-Nafiyatu li
al-Jinsi
Secara garis besar,
kalimat-kalimat yang menjabat sebagai isimnya (لا) al-Nafiyah li
al-Jinsi dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. mufrad: kata yang tidak masuk pada
kelompok mudlaf atau syibhu mudlaf. Adapun kriteria dari kelompok tersebut
yaitu tidak mengamal pada kalimat sesudahnya. contoh: لاَرَيْبَ
فِيهِ
adapun keadaan huruf terakhir dari
isim tersebut dimabnikan atas tanda nashabnya serta tidak boleh ditanwinkan.
Apabila isimnya berbentuk mufrad atau jamak taksir maka kalimat tersebut
dimabnikan atas fathah. Contoh: فِى الْحَقِيْبَةِ ـ
لاَكُتُبَ فِى الْحَقِيْبَةَلاَكِتَابَ
namun apabila isimnya berbentuk
tatsniyah atau jama’ mudzakkar salim maka isim tersebut dimabnikan atas ya’.
Contoh: لاَحَاسِدَيْنِ مُتَعَاوِنَانِ
dan apabila isimnya berbentuk jamak
muannats salim maka isimnya dimabnikan atas
kasrah. Contoh: لاَمُسْلِمَاتٍ
حَاضِرَاتٌ
2. mudhaf:
adapun keadaan huruf terakhir dari isim tersebut harus dibaca nashab.
Contoh: لاَشَاهِدَزُورٍمَحْبُوبٌ
3. syibhu al-mudlaf: kalimat yang terletak
sesudah isim tersebut dalam rangka menyempurnakan maknanya dengan syarat isim
tersebut mengamal pada kalimat sesudahnya, terlepas apakah kalimat tersebut
menjabat sebagai fail, naibul fail, maf’ul serta dharaf dan jar-majrur yang bertaalluq
pada isim tersebut. Contoh:
لاَقَبِيحًاخُلْقُهُ
مَحْبُوبٌ ـ لاَمَذْمُومٌ فِعْلُهُ عِنْدَنَا ـ لاَطَالِبًاعِلْمًاحَاضِرٌ ـ
لاَقَاعِدًاعَنْ الْجِهَادِ مَعْذُورٌ ـ لاَحَارِسَ بِا للَّيْلِ نَائِمٌ
Dalam bab ini imam sibawaih beranggapan
bahwa (لا) al-Nafiyatu li al-Jinsi beserta isimnya menempati posisi rafa’
(mahal rafa’) karena menyandang jabatan sebagai mubtada (لا
+ اسم = مبتداء).
D.
Keadaan
akhir kata dari isim yang terletak sesudah (لا) nafi yang
berulang-ulang
Apabila (لا) disebut
berkali-kali dalam struktur kalimat sedangkan isim yang terletak sesudah kedua huruf nafi tersebut berupa
kalimat mufrad maka hukumnya adalah sebagai berikut:
1. Apabila kata yang terletak sesudah huruf
nafi yang pertama dimabnikan atas tanda nashabnya sebagai isimnya (لا) al-Nafiyatu li
al-Jinsi maka isim yang terletak
sesudah huruf nafi yang kedua bisa dibaca:
a. Mabni atas tanda nashab dengan alasan
huruf nafi yang kedua dalam susunan kalimat tersebut mengamal seperti إِنَّ sedangkan kedua
kalimat yang berada di belakangnya dianggap sebagai isimnya. Contoh: وَلاَقُوَّةَ
لاَحَوْلَ
Adapun khabar dari kedua kata tersebut sama-sama
dibuang dan asalnya adalah
لاَحَوْلَ مَوْجُودٌ وَلاَقُوَّةَ
مَوْجُودٌ
b. Dinashabkan dengan alasan huruf nafi
yang kedua merupakan huruf zaidah li al-taukid yang tidak dapat mengamal
sedikitpun sedangkan kata yang terletak sesudah huruf tersebut diathafkan pada mahal dari isim di
depannya. Karena meskipun isim di depannya mabni fathah namun mahalnya nashab.
Contoh: وَلاَقُوَّةً لاَحَوْلَ
Dan model bacaan ini adalah model
bacaan yang paling lemah.
c. Rafa’ dengan alasan huruf nafi yang
kedua merupakan huruf zaidah sedangkan kalimat sesudahnya menjabat sebagai
mubtada’. Adapun khabar dari kata tersebut dibuang dan perkiraannya adalah kata
مَوْجُودٌ .
contoh: وَلاَقُوَّةٌ
لاَحَوْلَ
Disamping itu, huruf tersebut juga
dapat dianggap sebagai saudaranya لَيْسَ sedangkan kata قُوّةٌ menjabat sebagai isim
dari huruf tersebut. sementara khabar dari kata tersebut adalah kata مَوجُودًا yang dibuang.
Atau juga dapat dianggap sebagai
huruf zaidah sedangkan kalimat sesudahnya diathafkan pada mahal dari (لا) yang pertama
beserta isimnya. Karena keduanya menempati posisi mubtada’ yang marfu’ maka
isim yang diathafkan pada keduanya juga harus dirafakkan.
2. Apabila kata yang terletak sesudah (لا) yang kedua dibaca
rafa’ entah sebagai isimnya (لا) al-amilatu
amala laisa atau sebagai mubtada’ maka kata yang terletak sesudah huruf
nafi yang kedua dibaca:
a. Rafa: dengan alasan huruf nafi yang
kedua merupakan huruf zaidah sedangkan kalimat sesudahnya menyandang sebagai
mubtada’. Adapun khabar dari kata tersebut dibuang dan perkiraannya adalah kata
مَوْجُودٌ. Contoh:لاَحَوْلٌ
وَلاَقُوَّةٌ
Di samping itu, huruf tersebut juga
dapat dianggap sebagai saudaranya لَيْسَ sedangkan kata قُوّةٌ menyandang jabatan
sebagai isimnya. Adapun khabar khabar dari kata tersebut adalah kata مَوجُودًا yang dibuang.
b. Mabni atas tanda nashab dengan alasan
huruf nafi yang kedua dalam susunan kalimat tersebut bisa mengamal seperti إِنَّ sedangkan kalimat
yang berada di belakangnya menyandang jabatan sebagai isimnya. Contoh: لاَحَوْلٌ
وَلاَقُوَّةَ
E.
Hukum
kalimat yang menjadi na’at dari isimnya (لا) al-Nafiyatu li
al-Jinsi
Apabila kalimat yang
menjabat sebagai isimnya (لا) al-Nafiyatu li
al-Jinsi diikuti oleh na’at maka
hukumnya adalah sebagai berikut:
1. Apabila isimnya berbentuk mufrad dan
bersambung dengan na’atnya maka dalam naatnya terdapat tiga alternatif, yaitu:
a. Nashab: dengan alasan keadaan huruf
terakhirnya mengikuti mahal dari isim yang ada di depannya. Contoh: لاَتَاجِرَخَدَّاعًانَاجِحٌ
b. Mabni atas tanda nashabnya karena
membayangkan bahwa kata tersebut tersusun bersama isimnya (لا) al-Nafiyatu li
al-Jinsi seperti isim-isim yang tersusun dari dua kalimat namun dianggap
sebagai satu kalimat dan dimabnikan atas fathah seperti susunan kata بَيْتَ بَيْتَ dan lain-lain.
Contoh: لاَتَاجِرَخَدَّاعَ نَاجِحٌ
c. Rafa’: dengan alasan ikut pada mahal
dari (لا) al-nafiyatu li al-Jinsi beserta isimnya. Contoh: لاَتَاجِرَخَدَّاعٌ
نَاجِحٌ
2. Apabila isimnya berbentuk mudlaf, syibhu
mudlaf, atau mufrad tapi tidak bersambung
dengan na’atnya maka dalam na’atnya terdapat dua alternatif:
a. Nashab: dengan alasan keadaan huruf
terakhirnya mengikuti mahal isimnya. Contoh:
لاَتَاجِرَخَشَبٍ خَدَّاعًا
نَاجِحٌ ـ
لاَتَاجِرَوَصَانِعَ خَدَّاعَيْنِ نَاجِحَانِ
b. Rafa’: dengan alasan keadaan huruf
terakhirnya ikut pada mahalnya (لا) al-Nafiyatu li
al-Jinsi beserta isimnya. Contoh: لاَطَالِبَ
الْعِلْمِ كَسْلاَنُ عِنْدَنَا
F.
Hukum
kalimat yang diathafkan pada isimnya (لا) al-nafiyatu li
al-Jinsi
Apabila ada isim yang athaf pada
isimnya (لا) al-nafiyatu li
al-Jinsi dengan tidak mengulang-mengulang huruf nafi maka hukumnya
adalah sebagai berikut:
1.
Apabila ma’thufnya berbentuk nakirah maka isim yang terletak sesudah wau
athaf bisa dibaca rafa, nashab, dan mabni baik isim tersebut berbentuk mufrad atau ghairu mufrad.
Contoh:
-لَا رَجُلَ وامرأةٌ/
لارجلَ وامرأةً
- لاقَلَمَ وَكِتَابُ نَحْوٍ/ لاَقَلَمَ وَكِتَابَ
نَحْوٍ
2.
Apabila ma’thufnya berbentuk makrifat maka isim yang terletak sesudah wau
athaf hanya boleh dibaca rafa’. Contoh: لاَقَلَمَ وَكِتَابُ الْفِقْهِ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar